Posted by tri surya parlinanta

eBOOK Kiat Sukses Promosi Blog

KUMPULAN KLIPING SAYA :).

Posted by tri surya parlinanta

Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009

semoga bisa bermanfaat buat yang memerlukan

19 Maret 2010

MENGAPA PERLU KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI?

KUALITAS GURU SEBAGAI KUNCI UTAMA"Educational change depends on what teachers do and think - it's as simple and as complex as that. It would all be so easy if we could legislate changes in thinking. Classrooms and schools become effective when (1) quality people are recruited to teaching, and (2) the workplace is organized to energize teachers and reward accomplishments. The two are intimately related. Professionally rewarding workplace conditions attract and retain good people." The New Meaning of Educational Change, 3rd ed. Fullan (2001:115). MENGAPA PERLU KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI?Ide lahirnya KBK didasarkan pada pemikiran bahwa bakat dan kemampuan peserta didik pada tiap jenjang dalam satuan pendidikan berbeda-beda sehingga diperlukan suatu kurikulum yang memungkinkan setiap anak didik memiliki kompetensi dasar sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Kurikulum lama dianggap telah tidak memadai lagi untuk mencapai tujuan pendidikan modern. Pada dasarnya kurikulum ini hanya dilihat sebagai acuan dasaryang harus diterjemahkan lebih jauh oleh guru dengan melihat potensi masing-masing anak. Guru bertindak sebagai fasilitator dengan siswa sebagai subyek. Siswa harus aktif mempresentasikan ide-idenya, mencari solusi atas masalahyang dihadapi dan menentukan langkah-langkah yang harus diambilnya. Perlu disadari bahwa KBK menuntut adanya perubahan paradigma dari guru. Guru tidak lagi bertumpu pada paradigma lamanya dimana dirinya sebagai pusat kegiatan dan tujuan perubahan. Tidak ada lagi kegiatan 'talk and chalk' dan siswa hanya 'sit, listen, and quote'. Ada perubahan mendasar pada konsep, metode dan strategi dalam mengajar termasuk assesmentnya. KBK menuntutguru untuk familiar dengan teknologi informasi, dapat mengakses internet, akrab dengan ilmu pengetahuhan, teknologi dan seni, memahami hubungan antara bidang studinya dengan bidang studi lannya dan terutama adalah penerapannya dalam kehidupan nyata. MUTUGURU KENDALA TERBESAR KURIKULUM 2004Fakta menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar macam kurikulum berbasis kompetensi ini. Berdasarkan statistik 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34 % SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu 17,2 % guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Kualitas SDM kita adalah urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index Berdasarkan pengamatan, pemahaman dan penerapan KBK masih jauh dari harapan. Bahkan secara nasional tidak tersedia tutor yang benar-benar paham prinsip-prinsip maupun penerapan dari KBK ini secara tuntas. Para guru bahkan belum mengenal pengajaran dengan menggunakan proyek-proyek yang menggabungkan beberapa mata pelajaran sekaligus. Pengajaran tematik bahkan masih asing terdengar oleh para guru. Kurikulum ini hanya dipahami secara parsial sehingga juga diterapkan secara parsial. Ketidakmampuan memahami pendekatan yang mendasari kurikulum ini membuat para guru tidak berusaha untuk mengubah pola pengajaran lama mereka secara mendasar. Mereka belum mampu untuk melaksanakan KBM dalam sebuah proyek secara bersama denganguru-guru dari bidang studi lain. Guru belum memahami konstelasi bidang studi yang diajarkannya dalam kaitan dan hubungannya dengan bidang studi lain dan masih melihat berbagai bidang studi secara terpisah dan tersendiri tanpa ada hubungan dengan bidang studi lain.Guru masih melihat bidang studinya berupa 'text' dan belum 'context' karena metode CTL masih berupa wacana dan belum menjadi pengetahuan, apalagi ketrampilan, bagi paraguru. Guru-guru masih terjebak pada filosofi dan pendekatan lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang digunakan oleh para guru dilapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya. Kesulitan utama pada guru-guru adalah ketidakpahaman mereka mengenai apa dan bagaimana melakukan evaluai dengan portofolio. Karena ketidakpahaman ini mereka kembali kepada pola assesment lama dengan tes-tes dan ulangan-ulanganyang cognitive-based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses peningkatan kegiatan belajar mengajarnya. Sebagian besar guru, bahkan pada sekolah-sekolah yang dianggap unggulan, bahkan belum paham benar dengan prinsip 'student-centered' dan kegiatan belajar mengajar masih berpusat pada gurunya. CBSAyang sebelum ini telah dikenalkan masih berupa wacana dan belum menjadi kegiatan sehari-hari di kelas. Secara makro hal ini disebabkan karena secara nasional maupun lokalguru tidak ditempatkan sebagai SDM strategis untuk melakukan perubahan (dibandingkan dengan negara-negara tetangga sekalipun). Disamping kualitasguru yang masih rendah, mereka juga masih dibayar rendah - honor guru kontrak masih dibawah UMR. Sebaliknya di Jepang, meskipun bukan profesi dengan pendapatan tertinggi, guru adalah warganegara terhormat dimana semua profesi lainnya hormat padanya. Persiapan untuk perubahan ke kurikulum KBK ini juga terlalu tergesa-gesa. KBK dirancang dan diujicobakan hanya pada 36 sekolah (masing-masing 12 sekolah tiap tingkatan SD, SMP dan SMA) di empat provinsi sebagai syarat dasar empiris sebelum dianggap layak untuk disebarkan sebagai kebijakan baru. Artinyaguru dan sekolah tidak secara substansial terlibat dalam perancangan KBK. Guru dan sekolah hanyalah pelaksana dan mereka tidak dipersiapkan untuk menjadi pembawa perubahan Selain itu, karena keterbatasan kemampuan untuk mensosialisasikan seminar dan pelatihan-pelatihan untuk KBK ini biasanya hanya diberikan padaguru-guru negeri saja. Padahal guru swasta 8 (delapan) kali lebih banyak daripada guru negeri dan rata-rata sekolah swasta kualitasnya masih di bawah sekolah negeri. Mereka jarang sekali mendapatkan pelatihan baik dari pemerintah maupun dari yayasan dimana mereka bekerja. Kesalahpahaman mendasar juga terlihat bahwa kompetensi masih dilihat secara sempit sebagai upaya untuk memberi ketrampilan vokasional agar siswa dapat terjun langsung ke tengah kehidupan. KBK disejajarkan dengan program Life Skillsyang kebetulan diluncurkan hampir bersamaan dengan KBK ini. Faktor lain adalah inkonsistensi pemerintah dalam menerapkan KBK ini. Disatu pihak menyatakan komitmennya dalam menerapkan KBK tapi dilain pihak masih bersikeras menggunakan bentuk evaluasi Ujian Nasional (UN) untuk menentukan kelulusan siswa. Ujian Nasionalyang cognitive-based sama sekali tidak sejalan dengan KBK secara filosofis. Seperti yang dikatakan oleh Bagong Suyanto, Ketua Komisi Litbang Dewan Pendidikan Jawa Timur :"Penilaian yang berorientasi pada hasil daripada proses ini, sedikit banyak menyebabkan orientasi siswa menjadi bersifat karbitan, cenderung ingin hasil yang instan, dan ujung-ujungnya yang lahir adalah mental potong kompas: bukan sesuatu yang substansial. implikasi dari model penilaian prestasi belajar siswa semacam ini sebetulnya rawan, menyebabkan terjadinya kualitas pembelajaran menjadi stagnan, bahkan kontra-produktif." (Kompas, 31 Januari 2005) Atau sepertiyang disampaikan oleh Y Priyono Pasti, Kepala SMA Santo Fransiskus Asisi Pontianak :" Bagaimana mungkin pendidikan kita akan melahirkan generasi mudayang militan, beretos kerja tinggi, siap menghadapi tantangan global, dan dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain ketika proses pembelajaran di sekolah hanya menghamba pada kurikulum, mengabdi pada UN, berkutat pada bagaimana mengerjakan soal-soal dalam LKS/PR, dan menghafal soal-soal dan kunci-kunci jawaban UNyang melecehkan itu? Bukankah UN hanya mengukur pencapaian prestasi akademik siswa terhadap sejumlah tujuan instruksional? Bagaimana dengan prestasi non-akademikyang telah mereka raih?'" Pertanyaan yang sulit untuk kita jawab. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebetulnya sudah sangat jelas mengatur bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik (baca:guru ) untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Sifat dan Fenomena Perubahan1. New MaterialsMateri baru, apapun itu, merupakan bagianyang tangible dalam suatu inovasi, baik itu berupa benda (komputer baru) ataupun kebijakan (kurikulum baru) sekaligus yang relatif paling mudah diusahakan. 2. New Behaviour/PracticesYang sulit adalah dalam melakukan perubahan. Keahlian, latihan, dan metoda pelajaran apayang harus dilakukan jika guru melaksanakan KBK dibanding saat melaksanakan kurikulum sebelumnya? Perubahan prilaku menunjukkan hal yang lebih rumit. Bahan pelajaran bisa didapatkan dalam semalam, namun ini tidak menjanjikan bahwa besoknya kita menjadi ahli dalam melakukannya. Perubahan adalah sautu proses dan bukian sekedar kejadian. Untuk mengembangkan keahlian secara teus menerus diperlukan upaya pengembangan profesi. 3. New Belief/UnderstandingBagaimana kita memahami perubahan adalah halyang sangat penting untuk membuat penilaian apakah kita akan melaksanakannya atau tidak dan bagaimana menggunakannya. BAGAIMANA KUALITASGURU YANG DIBUTUHKAN AGAR KBK BISA SUKSES?Prof. Suyanto Ph.D, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta :"Guru harus diajak berubah dengan dilatih terus menerus dalam pembuatan satuan pelajaran, metode pembelajarannya yang berbasis Inquiry, Discovery, Contextual Teaching and Learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya, perubahan filosofisnya, dll." Achmad Sapari, Kasi Kurikulum Subdiknas TK/SD Dindik Kab. Ponorogo "Guru harus terus ditingkatkan sensifitasnya dan kreatifitasnya. Sensifitas adalah kemampuan guru untuk mengembangkan kepekaan-kepekaan paedagogisnya untuk kepentingan pembelajaran." BAGAIMANA UNTUK MENCAPAI ITU SEMUA?Rekrutlahguru-guru yang memang memiliki kualifikasi tinggi pada bidangnya. Syarat utama bagi guru untuk dapat mengajarkan KBK dengan baik adalah guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang telah memadai. Guru harus benar-benar kompeten dengan materi yang akan diberikannya. Guru yang tidak kompeten tentu tidak akan dapat menghasilkan siswa yang kompeten. Selain itu guru juga harus memiliki komitmen yang benar-benar tinggi dalam usaha untuk mengembangkan kurikulum ini. Guru yang memiliki motivasi rendah tidak akan dapat melaksanakan KBK ini karena KBK menuntut kerja keras guru untuk mempersiapkan dan melaksanakannya di kelas. Setelah itu berikan pelatihan tentang KBK ini sebanyak-banyaknya dan biarkan mereka berkreasi di kelas. Kalau perlu magangkan mereka ke sekolah-sekolah internasional agar mereka melihat langsung bagaimana pendekatan competence- based ini dilakukan di kelas. Berikan otonomi seluas-luasnya pada mereka untuk mengembangkan kurikulum. Apabila guru telah dapat menguasai materiyang hendak diajarkannya maka guru harus dapat mengupdate dirinya. Pelatihan terus menerus adalah jawabnya. Baik itu metodologi-metodologi pengajaranyang berkorelasi dengan penguasan KBK, maupun pemahaman filosofi dan paradigma yang menyertainya. Pelatihan ini harus dibarengi dengan usaha-usaha keras untuk mengembangkan sensifitas dan kreatifitas dari masing-masing guru untuk mengembangkan sendiri metodologi yang tepat bagi siswa masing-masing. Practice..practice.. and practice. Sekolah juga harus terus aktif untuk meningkatkan motivasi dari para gurunya dalam memberikan pengajaran yang terbaik bagi siswa-siswanya, Sekolah berkewajiban untuk meningkatkan kompetensi guru-gurunya dalam memahami materi yang diajarkannya dan metodologi penyampaiannya. Untuk itu sekolah harus secara berkala menyelenggarakan atau mengirim guru-gurunya untuk mengikuti seminar, loka-karya, pelatihan, magang, maupun studi banding ke sekolah-sekolah yang telah mampu melaksanakan sistem pengajaran yang efektif. Minimal guru harus dapat memperoleh 3 (tiga) kali seminar atau pelatihan mengenai bidang studi yang diajarkannya maupun tentang metodologi. Guru juga harus selalu aktif mengikuti perkembangan metodologi pengajaran dengan mengikuti berbagai kegiatan kelompok profesi sejenis maupun melalui buletin-buletin profesi. Dianjurkan agar sekolah-sekolah mau belajar ke sekolah-sekolah internasional yang ada di kota masing-masing karena mereka telah lama melaksanakan pendekatan 'student-centered' maupun 'competence based' ini, terutama dalam penerapan evaluasi dengan menggunakan portofolio. Ibarat koki yang harus memahami dasar-dasar tentang segala jenis bahan makanan dan peralatan masak sebelum ia mampu membuat suatu masakan atau sajian yang benar-benar berkualitas, guru juga harus memahami benar materi yang hendak diajarkannya dan tahu tentang bagaimana mengolahnya menjadi suatu kegiatan belajar mengajar yang mampu mengembangkan kompetensi siswa-siswanya. Dibutuhkan guru -guru profesional untuk dapat mengembangkan KBK ini dan bukan guru berkualitas 'standar'. Guru KBK bukan hanya harus benar-benar menguasai materi yang harus disampaikannya kepada siswa dan kaitannya dengan tujuan pendidikan nasional secara filosofis maupun praktis. Ia juga harus paham hal-hal mendasar seperti prinsip belajar otak kiri dan kanan, pendekatan Quantum Teaching and Learning, pemahaman tentang Multiple Intelligences dan penerapannya di kelas, Taksonomi Bloom dan aplikasinya pada proses belajar mengajar, metode pengajaran Contextual Teaching and Learning, mengakses dan memanfaatkan internet sebagai wahana belajar, mengorkestrasikan materi yang diajarkannya dengan materi pelajaran lain dalam suatu KBM tematik dalam bentuk project. Guru KBK bukan hanya harus 'well-performed', tapi juga harus 'well-trained'', 'well-equipped', dan tentunya juga 'well-paid'. Selamat berjuang dalam pendidikan!"Education is a world of change. If you don't change you rot." Balikpapan, 3 Februari 2005 Satria Dharma Dewan Pendidikan Kota Balikpapan

(Kumpulan Kliping...)

Tidak ada komentar: